26 November 2011

Guru Berisik, Gubernur Stop Pidato


SINTANG – Gubernur Kalbar Cornelis rupanya merasa terganggu juga jika saat menyampaikan pidato tidak mendapatkan perhatian. Seperti saat membacakan sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada peringatan Hari Guru Nasional di Indoor Apang Semangai, Sintang, Jumat (25/11). Cornelis menegur guru yang ribut saat dirinya membacakan sambutan tersebut.
 
“Ngomong dulu ya, saya berhenti dulu membacakan pidato Menteri ini. Silakan ribut atau bisik-bisik. Kalau sudah, saya lanjutkan pembacaan sambutan ini. Kalau boleh, saya lanjutkan. Kalau tidak, saya duduk kembali. Gimana, boleh?” tegur Cornelis.

Mendapat pertanyaan seperti itu, guru yang memadati Indoor yang semula gaduh berubah hening. Setelah itu, Cornelis kembali melanjutkan pidato menteri.

Cornelis mengatakan profesi guru sangat mulia. Karena guru menjadi jembatan bagi peserta didik untuk menuju masa depan.
 
“Akan dibawa ke mana peserta didik, tergantung dari jembatan itu. Makanya, guru mendapat tugas yang berat namun mulia. Karena menyiapkan generasi penerus mendatang yang lebih baik sekaligus membangun peradaban,” katanya. 
 
Karena guru merupakan tugas yang mulia, Cornelis mengharapkan guru bekerja dengan mengedepankan profesionalisme. Karena apabila salah, arah akan mustahil diputar kembali untuk memperbaiknya.

“Profesional isme guru harus dilakukan secara berkelanjutan dan seksama. Jangan terjebak pada kepentingan sesaat. Karena, hubungan antara profesionalitas dan kompetensi memiliki hubungan erat,” jelasnya.

Cornelis meminta agar Persatuan Guru Republik Indonesia dapat menjaga profesionalisme dan tetap menjaga netralitas, terutama menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2012. “PGRI jangan mau dijadikan ajang politik, dan digiring oleh oknum-oknum yang sengaja memanfaatkan PGRI untuk politik, tetapi lembaga PGRI tidak memiliki hak untuk menghalangi anggotanya dalam memilih dan dipilih,” kata Cornelis.

Menurutnya, PGRI adalah lembaga yang tidak ada terkait dengan politik. Lembaga itu tidak punya kewenangan untuk mengajukan calon pimpinan daerah.
  
Cornelis menilai, guru adalah pekerjaan mulia. Guru punya peran strategis dalam menentukan masa depan bangsa. “Anggotanya boleh maju, namun jangan bawa nama lembaganya,” pesannya. Di sisi lain, Cornelis juga mengingatkan bahwa pekerjaan guru bukanlah pekerjaan untuk mencari kekuasaan. Jika profesi guru dibawa ke ranah politik, dampaknya akan sangat besar. Sebab, anak didik pasti akan terkorban.

Cornelis berharap, PGRI juga tidak mengembangkan manajemen konflik antarpengurus dan antaranggota, hanya demi kepentingan sesaat. Jika ditemukan adanya permasalahan, hendaknya dapat diselesaikan dengan cara profesional dalam lembaga tersebut. (ron/zal/fuz/jpnn)