30 November 2011

Daerah Dianggap Gagal Urus Pendidikan


JAKARTA - Anggota Komisi X DPR, Rohmani menilai temuan 68,92 persen guru tidak layak mengajar di Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan bentuk dari kegagalan daerah menangani urusan pendidikan. Makanya, pelaksanaan desentralisasi pendidikan harus dikembalikan ke Pusat. 

"Setahun yang lalu saya temukan langsung di Papua. Guru-guru yang ditanya soal (KTSP) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan banyak yang tidak tahu. Jadi pengawasan guru di daerah memang tidak berjalan dengan baik," kata Rohmani saat dihubungi JPNN di Jakarta, Selasa (29/11).
Pernyataan anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini terkait dengan hasil Laporan Penilaian Masyarakat (LPM) yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Yayasan Kritik. Riset yang didukung oleh United States Agency for International Development (USAID) yang dilakukan pada bulan Juni sampai Oktober 2011 di 23 Kecamatan di Muna yang melibatkan 1000 responden dan menemukan bahwa mutu pendidikan dasar di Muna sangat rendah.

Penyebabnya adalah banyaknya guru yang tidak layak mengajar. Selain itu, mutu sarana dan prasarana, dan tata kelola yang belum transparan, partisipatif dan akuntabel juga memperburuk kondisi pendidikan.

Rohmani menjelaskan akibat desentralisasi pendidikan, profesionalisme guru terabaikan karena tidak ada yang fokus untuk melakukan pengawasan. "Sekarang tidak jelas lagi siapa yang mengontrol dan melakukan evaluasi terhadap guru," ucapnya. 

Tidak adanya pengawasan kata dia, guru-guru di daerah malah menjadi korban dari politisasi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada). Menurutnya, banyak guru yang dipaksa atau ikut-ikutan dalam dukung mendukung calon tertentu sehingga tugas pokoknya sebagai pengajar tidak diperhatikan lagi.  

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini melanjutkan, pengangkatan guru yang dilakukan daerah juga memperburuk tingkat kualitas guru. Kata dia, pengangkatan guru sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak mempertimbangkan kualitas tetapi faktor kedekatan. 

Sebelumnya, wacana peninjauan ulang otonomi pendidikan disuarakan oleh Ketua DPR Marzuki Alie. Ia menilai pemberlakukan desentralisasi tidak memberikan hal yang positif terhadap dunia pendidikan. 

“Ini harus dievaluasi lagi agar distribusi guru dapat lebih baik lagi. Sehingga tak ada daerah yang kekurangan dan kelebihan guru,” ungkap Marzuki Alie kepada wartawan usai acara diskusi publik mengenai masalah guru di Gedung PGRI, Jakarta, Senin (28/11).

Diakui, semenjak urusan pendidikan diserahkan ke daerah kabupaten/kota, dirasakan percepatan peningkatan kualitas pendidikan menjadi terhambat. “Padahal, itu baru dari segi kuantitas, belum kita bicara kualitas,” imbuhnya.

Karenanya, lanjut Marzuki, persoalan guru ini harus benar-benar dilakukan secara kontekstual dan dilakukan secara bersama-sama, khususnya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Apa yang menjadi kendala dan problematika harus dapat diselesaikan dalam waktu yang cepat.

”Persoalan guru itu soal manajemen pendidikan dan pengelolaan guru, tapi kebijakan bisa saja dilakukan oleh pusat, khususnya soal distribusi dan pembinaan. Saya berpikir masalah guru ini kan masalah yang sentral terkait dengan pembangunan bangsa. Sehingga, pendidikan guru ini disentralisasikan saja, seperti pendidikan Akpol, TNI, dan lain sebagainya,” tukasnya. (awa/jpnn)