9 Oktober 2011

Beban Jam Mengajar Jangan Abaikan Kualitas



JAKARTA, KOMPAS.com — Kebijakan yang dirancang pemerintah untuk menambah beban jam mengajar guru haruslah dengan tujuan memperkuat kualitas pendidikan di kelas-kelas. Karena itu, beban jam mengajar guru jangan hanya dimaknai secara sempit menyampaikan materi pembelajaran secara tatap muka di kelas.

Oleh karena itu, usul Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang menetapkan jam mengajar guru menjadi 27,5 jam bukanlah upaya yang tepat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Pemerintah justru seharusnya mendesain beban kerja yang mampu membuat guru mengoptimalkan kualitas pengajaran.

Kinerja guru jangan hanya dilihat dari jam tatap muka di kelas. Kinerja guru semestinya dihargai dari mulai persiapan hingga evaluasi. Tetapi dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, beban kerja guru dimaknai murni mengajar di depan kelas selama 24 jam. Itu pun sulit dipenuhi sebagian besar guru.
"Anehnya, sekarang ditambah lagi menjadi 27,5 jam. Kebijakan ini hanya mengejar kuantitas jam mengajar guru, bukan kualitas pembelajaran yang dilakukan seorang guru, kata Fakhrul Alam, Tim Kajian Kebijakan Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI), Selasa (4/10/2011) dalam acara menyambut Hari Guru Internasional 5 Oktober di Jakarta.
Fakhrul mengatakan, jumlah jam tatap muka yang ideal untuk guru adalah 18-20 jam pelajaran jika ingin mutu pendidikan meningkat. Konsekuensinya, guru-guru mesti bertanggung jawab untuk mengembangkan pembelajaran secara individual yang mendorong pengembangan potensi dan kreativitas siswa.
Menurut Retno Listiyarti, Sekretaris Jenderal FGSI, kebijakan pemerintah soal guru saat ini justru tidak berorientasi pada peningkatan mutu. Kebijakan pemerintah justru menimbulkan stres pada guru mulai dari beban jam mengajar tatap muka yang ditambah hingga pelaksanaan sertifikasi dan pembayaran tunjangan yang bermasalah.
Sorotan terhadap ketidakbecusan pemerintah mengurusi guru juga datang dari Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo. "Kondisi kerja guru, perlindungan, penghargaaan, hingga pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi guru belum disediakan dengan baik oleh pemerintah untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan nasional," kata Sulistiyo.